Ass..salam sejahtera buat
semuanya sMOGA selalu dalam kasihNYA…saya menuliskan ini agar kita semua sadar
betapa berharganya kita para TKI dari Indonesia untuk Malaysia. Dan betapa
pentingnya suatu hubungan antar Bangsa dan Negara dengan satu sama lainya,
karena pada zaman sekarang ini, tidak mungkin kita sebagai Bangsa mengisolasikan
diri, terhadap bangsa lainnya. Setiap Negara juga saling membutuhkan satu sama
lain guna memenuhi kebutuhan Negaranya masing – masing. Maka dari itu jalinan
kerja sama antar Bangsa dan Negara sangatlah diperlukan. Di sini saya akan
menuliskan tentang “PAHLAWAN DEVISA INDONESIA”, yang sangat perlu untuk di
perhatikan!!
PAHLAWAN DEVISA INDONESIA
Hampir 2 tahun Indonesia
memperhentikan pemberangkatan TKI / PRT ke Malaysia, ini di sebabkan oleh kasus
– kasus yang kita dapati di Malaysia ini, sepeti penyiksaan Nirmala Bonat dari
nusa tenggara di sirami dengan air panas oleh majikanya, Zubaidah dari Madura
yang tidak di gaji selama 4 tahun ,Ceriyati dari Brebes, Hermawati dari Suka Bumi,
dan masih banyak lagi. Dari hasil persetujuan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Muhaimin Iskandar, mensosialisasikan Rencana Penempatan Pekerja Sektor
Domestik ke Malaysia, khusus pada kalangan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) pada tgl 30 Mei 2011 di Bandung lalu yang di
hadiri oleh 250 TKI. Hal ini di lakukan karena gaji tidak standar bagi kita dan
pesan menteri tenaga kerja agar kita
tidak memberangkatkan tenaga kerja kita bila gaji kurang dari 600 ringgit atau
Rp1,7 juta per bulan.
Jika pihak Malaysia enggan, maka lebih
baik TKI tidak berangkat, ini di lakukan semata – mata karena wujud dari
komitmen pemerintah untuk melindungi TKI seperti yang tercantum dalam UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
negeri, dan sekaligus menjawab
permintaan dari berbagai pihak agar moratorium dengan Malaysia segera dicabut. Menakertrans menyampaikan juga, bahwa
aspek positif dari penghentian penempatan TKI domestik ke Malaysia selama 2 (dua)
tahun adalah warga Malaysia semakin menyadari bahwa mereka memiliki kebutuhan
yang tinggi akan keberadaan TKI / PRT
dari Indonesia. Kesadaran ini juga
diperkuat dengan fakta bahwa perlindungan buruh migran telah menjadi isu dunia,
yang setiap tahun dibahas dalam sidang ILO, sehingga perlakuan warga Malaysia
terhadap TKI kita juga tidak luput dari sorotan dunia internasional. MOU TKI Domestik Pemerintah RI dengan
Malaysia ditandatangani pada tanggal 30 Mei 2011 di Gedung Sate. Setelah
melalui proses perundingan panjang akhirnya dicapai kesepakatan yang win - win
solution yang menyangkut sejumlah perbaikan di antaranya mengenai penyimpanan
paspor oleh TKI, pemberian hak libur atau cuti mingguan, pengendalian cost
structure (biaya penempatan) dan adanya akses komunikasi.
Masalah tenaga kerja asal Indonesia, khususnya TKI ilegal,
telah sejak lama menjadi ganjalan, dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Seperti
yang diketahui bahwa Indonesia adalah pemasok tenaga kerja (baik legal, maupun
ilegal) paling banyak ke Malaysia yang rata-rata bekerja sebagai buruh pabrik
atau pembantu rumah tangga. Banyaknya kejadian penganiayaan, pelecehan seksual,
hingga tidak dibayarkannya gaji oleh majikan merupakan masalah yang kerap
dihadapi oleh para TKI ilegal di Malaysia dan jika masalah ini diperkarakan
secara hukum maka para TKI akan terbentur status mereka yang ilegal. Memang
benar Malaysia akan menghukum semua tenaga kerja ilegal dari negara
manapun.Tetapi tenaga kerja pendatang paling banyak di Malaysia berasal dari
Indonesia (TKI) dan yang menjadi persoalan mengapa pemerintah Malaysia hanya
menghukum para TKI ilegal, bukan menghukum para majikan yang senang memakai TKI
ilegal dan memperlakukan mereka secara semena-mena. Pemerintah Malaysia
terkesan hanya keras terhadap TKI ilegal tanpa mau bersikap keras terhadap
warganya yang sengaja menjadi penadah TKI ilegal. Persoalan TKI ilegal termasuk
dalam Trans Orginized Crime (TOC)
yang bersifat lintas batas negara sehingga diperlukan pengawasan di daerah
perbatasan, baik di laut maupun darat terhadap lalu lintas penyaluran
penyaluran TKI ilegal. Hal ini untuk menghindari makin banyaknya TKI ilegal di negara-negara
tetangga. Diplomasi Indonesia dalam melakukan lobi-lobi untuk membela hak-hak
TKI ilegal termasuk kurang “greget”, Indonesia kurang berani “menekan” untuk
membela warganya sehingga masih terdapat TKI-TKI ilegal yang mengalami
pelanggaran HAM.
Menurut data dari BNP2TKI selama tahun 2007 tercatat 973 kasus mengenai
gaji dan kompensasi yang belum dibayarkan. Dari penanganan kasus itu, uang TKI
yang bisa diselamatkan sebesar Rp 3.043.485.120. sedangkan, pada tahun 2008,
terdapat 854 kasus serupa dengan uang diselamatkan sebesar Rp 3.500.672.651.
Selain permasalahan gaji dan remitansi yang tidak dibayar, permasalahan dokumen
dan deportasi oleh pemerintah Malaysia terhadap TKI juga cukup tinggi. Menurut
data KBRI Kuala Lumpur TKI yang tidak berdokumen dan di deportasi oleh
pemerintah Malaysia pada tahun 2008 mencapai 30.816 orang, terdiri dari 30.438
orang dewasa dan 378 anak-anak. Sementara pada tahun 2009, tercatat sebanyak
28.539 orang, terdiri dari 27.868 orang dewasa dan 671 anak-anak. Dua permasalahan
tersebut merupakan kasus yang sangat sering terjadi bagi TKI di Malaysia,
sedangkan kasus penganiyaan dan pemerkosaan di tahun 2007, Departemen Luar
Negeri Indonesia mencatat terdapat 10 kasus.
Persoalan TKI di Malaysia sesungguhnya bukan cuma persoalan ekonomi
kontemporer atau sesaat, tetapi juga problem sejarah migrasi dari penduduk
Malaysia (Melayu) bahkan sebelum kelahiran kolonialisme. Dengan demikian
sejarah pengiriman TKI ke Malaysia khususnya memiliki sejarah yang panjang,
maka kehadirannya sering sekali menjadi salah satu problem utama dalam hubungan
bilateral kedua Negara tersebut. Berbeda halnya dengan pengiriman TKI ke
kawasan Asia Timur misalnya yang relative mudah diselesaikan jika terjadi
persoalan yang menimpa TKI atau majikan dan penduduk lokal. Jika terjadi
permasalahan yang menimpa TKI, seperti penganiayaan oleh majikan maka persoalan
bisa merembet ke hal-hal lain di luar persoalan hubungan kerja sehingga sangat
merepotkan kedua Negara.
Dari sekian banyak persoalan, jarang
yang menempatkan persoalan pendidikan sebagai salah satu faktor terjadinya
proses kekerasan terhadap TKI, padahal kalau dirunut secara seksama, faktor
pendidikan sangat penting dalam pertimbangan penentuan “menjadi” TKI di luar
negeri. Alasannya? Indikator tingkat pendidikan inilah yang acapkali dijadikan
ukuran penempatan (placement) tenaga kerja, yang notabene sangat terkait dengan keamanannya di tempat
mereka dipekerjakan. TKI yang memiliki tingkat pendidikan baik kebanyakan
mereka terserap pada lembaga jasa yang formal. Tentunya ini sangat berkaitan
dengan latar belakang pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki. Pola
rekrutmen biasanya dilakukan melalui lembaga – lembaga pendidikan kejuruan yang
memiliki jaringan kerja sama penempatan tenaga kerja di luar negeri. Berbeda
jauh dengan mereka yang hanya berangkat hanya berbekal nekad tanpa dilengkapi
bekal dan keahlian yang memadai. Dari segi penempatannya pun, TKI yang
mempunyai latar belakang pendidikan pas – pasan lebih banyak ditempatkan pada
sektor informal, seperti menjadi pembantu rumah tangga, pengemudi, pekerja
kebun / perkebunan dan sebagainya. Sektor informal inilah
yang paling banyak menjadi tempat kerja bagi TKI di luar negeri atau yang
disebut juga buruh migrant dan cenderung mengalami berbagai penyiksaan,
ketidakadilan, penipuan, pelecehan seksual terutama TKW Indonesia dan
perbudakan oleh yang mempekerjakannya. Meskipun sudah ada pergeseran penempatan
TKI dari sektor informal menuju ke sektor formal, namun pergeseran tersebut
belum signifikan.
Hubungan bertetangga memang gampang-gampang susah, suatu hal
kecil dapat menjadi, masalah besar jika tidak disikapi dengan baik. Hal
tersebut juga berlaku dalam hubungan antar Negara yang bertetangga seperti
Indonesia dengan Malaysia. Kita memang tidak dapat menciptakan hubungan antar
negara yang netral walaupun negara tersebut dekat dengan kita secara geografis
karena setiap hubungan yang dilakukan antar negara terdapat
kepentingan-kepentingan yang ingin dicapai oleh kedua negara sehingga
mempengaruhi pola hubungan antar negara. Kepentingan-kepentingan tersebut yang
kemudian dibawa dalam berhubungan dengan negara lain tinggal bagaimana kedua
Negara mengatur kepentingan-kepentingannya agar tidak saling berbenturan dan
menimbulkan konflik antar negara. Agar hubungan antara Indonesia dengan
Malaysia dapat berjalan dengan baik, walaupun masih terdapat beberapa konflik
yang tengah dihadapi, Indonesia harus dapat menyiasati hubungan tersebut
sehingga konflik-konflik yang tengah dihadapi tidak berkembang luas dan
diharapkan tidak terulang lagi.
Pahlawan
Devisa Indonesia…by “ Ainun Sadilah ”
No comments:
Post a Comment