TRY TO BE MY SELF

EVENTOUGHT MY LOVER WANTED TO IMPROVE ME TO BE HES WANNA...I JUST DONT WANT...COS THAT IS NOT ME OK..HOWEVER :)

Friday 3 February 2012

PAHLAWAN DEVISA IND


Ass..salam sejahtera buat semuanya sMOGA selalu dalam kasihNYA…saya menuliskan ini agar kita semua sadar betapa berharganya kita para TKI dari Indonesia untuk Malaysia. Dan betapa pentingnya suatu hubungan antar Bangsa dan Negara dengan satu sama lainya, karena pada zaman sekarang ini, tidak mungkin kita sebagai Bangsa mengisolasikan diri, terhadap bangsa lainnya. Setiap Negara juga saling membutuhkan satu sama lain guna memenuhi kebutuhan Negaranya masing – masing. Maka dari itu jalinan kerja sama antar Bangsa dan Negara sangatlah diperlukan. Di sini saya akan menuliskan tentang “PAHLAWAN DEVISA INDONESIA”, yang sangat perlu untuk di perhatikan!!



PAHLAWAN DEVISA INDONESIA

Hampir 2 tahun Indonesia memperhentikan pemberangkatan TKI / PRT ke Malaysia, ini di sebabkan oleh kasus – kasus yang kita dapati di Malaysia ini, sepeti penyiksaan Nirmala Bonat dari nusa tenggara di sirami dengan air panas oleh majikanya, Zubaidah dari Madura yang tidak di gaji selama 4 tahun ,Ceriyati dari Brebes, Hermawati dari Suka Bumi, dan masih banyak lagi. Dari hasil persetujuan  Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi  Muhaimin Iskandar, mensosialisasikan Rencana Penempatan Pekerja Sektor Domestik ke Malaysia, khusus pada kalangan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) pada tgl  30 Mei 2011 di Bandung lalu yang di hadiri oleh 250 TKI. Hal ini di lakukan karena gaji tidak standar bagi kita dan pesan menteri tenaga kerja agar  kita tidak memberangkatkan tenaga kerja kita bila gaji kurang dari 600 ringgit atau Rp1,7 juta per bulan.
Jika pihak Malaysia enggan, maka lebih baik TKI tidak berangkat, ini di lakukan semata – mata karena wujud dari komitmen pemerintah untuk melindungi TKI seperti yang tercantum dalam  UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar  negeri,  dan sekaligus menjawab permintaan dari berbagai pihak agar moratorium dengan Malaysia segera dicabut.  Menakertrans menyampaikan juga, bahwa aspek positif dari penghentian penempatan TKI domestik ke Malaysia selama 2 (dua) tahun adalah warga Malaysia semakin menyadari bahwa mereka memiliki kebutuhan yang  tinggi akan keberadaan TKI / PRT dari Indonesia. Kesadaran ini juga diperkuat dengan fakta bahwa perlindungan buruh migran telah menjadi isu dunia, yang setiap tahun dibahas dalam sidang ILO, sehingga perlakuan warga Malaysia terhadap TKI kita juga tidak luput dari sorotan dunia internasional. MOU TKI Domestik Pemerintah RI dengan Malaysia ditandatangani pada tanggal 30 Mei  2011 di Gedung Sate. Setelah melalui proses perundingan panjang akhirnya dicapai kesepakatan yang win - win solution yang menyangkut sejumlah perbaikan di antaranya mengenai penyimpanan paspor oleh TKI, pemberian hak libur atau cuti mingguan, pengendalian cost structure (biaya penempatan) dan adanya akses komunikasi.
Masalah tenaga kerja asal Indonesia, khususnya TKI ilegal, telah sejak lama menjadi ganjalan, dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Seperti yang diketahui bahwa Indonesia adalah pemasok tenaga kerja (baik legal, maupun ilegal) paling banyak ke Malaysia yang rata-rata bekerja sebagai buruh pabrik atau pembantu rumah tangga. Banyaknya kejadian penganiayaan, pelecehan seksual, hingga tidak dibayarkannya gaji oleh majikan merupakan masalah yang kerap dihadapi oleh para TKI ilegal di Malaysia dan jika masalah ini diperkarakan secara hukum maka para TKI akan terbentur status mereka yang ilegal. Memang benar Malaysia akan menghukum semua tenaga kerja ilegal dari negara manapun.Tetapi tenaga kerja pendatang paling banyak di Malaysia berasal dari Indonesia (TKI) dan yang menjadi persoalan mengapa pemerintah Malaysia hanya menghukum para TKI ilegal, bukan menghukum para majikan yang senang memakai TKI ilegal dan memperlakukan mereka secara semena-mena. Pemerintah Malaysia terkesan hanya keras terhadap TKI ilegal tanpa mau bersikap keras terhadap warganya yang sengaja menjadi penadah TKI ilegal. Persoalan TKI ilegal termasuk dalam Trans Orginized Crime (TOC) yang bersifat lintas batas negara sehingga diperlukan pengawasan di daerah perbatasan, baik di laut maupun darat terhadap lalu lintas penyaluran penyaluran TKI ilegal. Hal ini untuk menghindari makin banyaknya TKI ilegal di negara-negara tetangga. Diplomasi Indonesia dalam melakukan lobi-lobi untuk membela hak-hak TKI ilegal termasuk kurang “greget”, Indonesia kurang berani “menekan” untuk membela warganya sehingga masih terdapat TKI-TKI ilegal yang mengalami pelanggaran HAM.

Menurut data dari BNP2TKI selama tahun 2007 tercatat 973 kasus mengenai gaji dan kompensasi yang belum dibayarkan. Dari penanganan kasus itu, uang TKI yang bisa diselamatkan sebesar Rp 3.043.485.120. sedangkan, pada tahun 2008, terdapat 854 kasus serupa dengan uang diselamatkan sebesar Rp 3.500.672.651. Selain permasalahan gaji dan remitansi yang tidak dibayar, permasalahan dokumen dan deportasi oleh pemerintah Malaysia terhadap TKI juga cukup tinggi. Menurut data KBRI Kuala Lumpur TKI yang tidak berdokumen dan di deportasi oleh pemerintah Malaysia pada tahun 2008 mencapai 30.816 orang, terdiri dari 30.438 orang dewasa dan 378 anak-anak. Sementara pada tahun 2009, tercatat sebanyak 28.539 orang, terdiri dari 27.868 orang dewasa dan 671 anak-anak. Dua permasalahan tersebut merupakan kasus yang sangat sering terjadi bagi TKI di Malaysia, sedangkan kasus penganiyaan dan pemerkosaan di tahun 2007, Departemen Luar Negeri Indonesia mencatat terdapat 10 kasus.

Persoalan TKI di Malaysia sesungguhnya bukan cuma persoalan ekonomi kontemporer atau sesaat, tetapi juga problem sejarah migrasi dari penduduk Malaysia (Melayu) bahkan sebelum kelahiran kolonialisme. Dengan demikian sejarah pengiriman TKI ke Malaysia khususnya memiliki sejarah yang panjang, maka kehadirannya sering sekali menjadi salah satu problem utama dalam hubungan bilateral kedua Negara tersebut. Berbeda halnya dengan pengiriman TKI ke kawasan Asia Timur misalnya yang relative mudah diselesaikan jika terjadi persoalan yang menimpa TKI atau majikan dan penduduk lokal. Jika terjadi permasalahan yang menimpa TKI, seperti penganiayaan oleh majikan maka persoalan bisa merembet ke hal-hal lain di luar persoalan hubungan kerja sehingga sangat merepotkan kedua Negara.

Dari sekian banyak persoalan, jarang yang menempatkan persoalan pendidikan sebagai salah satu faktor terjadinya proses kekerasan terhadap TKI, padahal kalau dirunut secara seksama, faktor pendidikan sangat penting dalam pertimbangan penentuan “menjadi” TKI di luar negeri. Alasannya? Indikator tingkat pendidikan inilah yang acapkali dijadikan ukuran penempatan (placement) tenaga kerja, yang notabene sangat terkait dengan keamanannya di tempat mereka dipekerjakan. TKI yang memiliki tingkat pendidikan baik kebanyakan mereka terserap pada lembaga jasa yang formal. Tentunya ini sangat berkaitan dengan latar belakang pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki. Pola rekrutmen biasanya dilakukan melalui lembaga – lembaga pendidikan kejuruan yang memiliki jaringan kerja sama penempatan tenaga kerja di luar negeri. Berbeda jauh dengan mereka yang hanya berangkat hanya berbekal nekad tanpa dilengkapi bekal dan keahlian yang memadai. Dari segi penempatannya pun, TKI yang mempunyai latar belakang pendidikan pas – pasan lebih banyak ditempatkan pada sektor informal, seperti menjadi pembantu rumah tangga, pengemudi, pekerja kebun / perkebunan dan sebagainya. Sektor informal inilah yang paling banyak menjadi tempat kerja bagi TKI di luar negeri atau yang disebut juga buruh migrant dan cenderung mengalami berbagai penyiksaan, ketidakadilan, penipuan, pelecehan seksual terutama TKW Indonesia dan perbudakan oleh yang mempekerjakannya. Meskipun sudah ada pergeseran penempatan TKI dari sektor informal menuju ke sektor formal, namun pergeseran tersebut belum signifikan.

Hubungan bertetangga memang gampang-gampang susah, suatu hal kecil dapat menjadi, masalah besar jika tidak disikapi dengan baik. Hal tersebut juga berlaku dalam hubungan antar Negara yang bertetangga seperti Indonesia dengan Malaysia. Kita memang tidak dapat menciptakan hubungan antar negara yang netral walaupun negara tersebut dekat dengan kita secara geografis karena setiap hubungan yang dilakukan antar negara terdapat kepentingan-kepentingan yang ingin dicapai oleh kedua negara sehingga mempengaruhi pola hubungan antar negara. Kepentingan-kepentingan tersebut yang kemudian dibawa dalam berhubungan dengan negara lain tinggal bagaimana kedua Negara mengatur kepentingan-kepentingannya agar tidak saling berbenturan dan menimbulkan konflik antar negara. Agar hubungan antara Indonesia dengan Malaysia dapat berjalan dengan baik, walaupun masih terdapat beberapa konflik yang tengah dihadapi, Indonesia harus dapat menyiasati hubungan tersebut sehingga konflik-konflik yang tengah dihadapi tidak berkembang luas dan diharapkan tidak terulang lagi.



                                                 Pahlawan Devisa Indonesia…by “ Ainun Sadilah






 

No comments:

Post a Comment